Nasib Pesepeda di Jogja

Saya adalah pesepeda. Hampir setiap hari menggunakan sepeda untuk beraktifitas. Sepeda adalah salah satu cara saya untuk menghemat biaya BBM dan juga untuk mencintai lingkungan karena bisa mengurangi polusi udara. Selain itu bonus dari bersepeda adalah badan menjadi sehat.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kemacetan di Jogja akhir-akhir ini menjadi semakin parah. Pertambahan jumlah kendaraan bermotor tidak bisa ditahan. Jalanan Jogja yang kecil semakin penuh dengan berbagai macam besi bermesin itu. 


Sepeda mungkin adalah salah satu solusi untuk mengatasi kemacetan itu. Tapi sayang di Indonesia pesepeda adalah warga kelas paling bawah. Keberadaan para pesepeda kurang dihargai. Tidak seperti di Belanda atau negara Eropa lainnya. Pesepeda adalah warga kelas satu yang sangat dihargai.


Dibeberapa tempat di Jogja, sebenarnya sudah ada beberapa jalur jalan yang dibuat untuk jalur sepeda. Dicat untuk pembatas garis dan bergambar sepeda. Gambar sepeda itu artinya jalur sepeda kan? Tapi pada kenyataannya jalur jalur itu hanya dipakai untuk parkir mobil disepanjang jalan. 


Bahkan beberapa gedung merasa bahwa jalan di depan mereka adalah miliknya, sehingga lebih mementingkan customer mereka yang akan parkir di depan toko tanpa peduli bahwa itu adalah jalanan umum. Parahnya lagi gedungnya itu berada di dekat lampu lalu lintas. Jadi semakin menambah kemacetan. 

Contohnya seperti restoran Madam Tan dan Rumah Sakit Panti Rapih. Ga cuma gedung milik swasta, gedung milik pemerintah dan instansi pendidikan pun begitu. Membiarkan jalanan menjadi parkir tanpa dosa.


Semua lampu lalu lintas di wilayah Kota Jogja sudah dibuat ruang tunggu untuk para pesepeda. Itupun banyak yang dipakai oleh para pesepeda motor lebih parahnya lagi saya jumpai mobil ataupun bus Transjogja yang menutupi ruang tunggu sepeda. 

Saya tidak mau menutupi bahwa ada beberapa pesepeda lain yang tidak menggunakan fasilitas itu dengan semestinya. Mereka lebih senang melaju menerebos lampu merah. Tapi saya selama ini telah mencoba mentaati peraturan untuk tidak menerobos lampu merah. Kalaupun saya tidak memakai fasilitas ruang tunggu itu karena memang sudah ketutup sama pengendara lain.

Cukup banyak dilema menjadi pesepeda. Kalau lewat di jalur cepat, pasti diklakson mobil. Kalau mau lewat jalur lambat, jalannya sudah sempit karena dipakai untuk parkir mobil. 

Parkir untuk sepeda masih sangat sulit ditemui. Kalaupun ada pasti harus mau mengalah sama sepeda motor. Besi yang harusnya jadi parkir sepeda tertutup badan sepeda motor. Parkir sepeda yang sudah cukup bagus adalah di Ambarukmo Plaza walaupun tidak terlalu luas.

Semoga nanti ada kebijakan yang berpihak pada para pesepeda. Tidak menjadikan para pesepeda warga kelas bawah lagi. Dan juga dibangun fasilitas yang mendukung para pesepeda. 

Kita boleh bermimpi kan?


No comments:

Post a Comment