Bukit Prono Jiwo Kaliurang - Reading For Fun

Minggu ini kebetulan saya dapat libur di hari Sabtu, seperti biasanya hari ini libur adalah hari buat jalan-jalan. Hari yang seharusnya dihabiskan tanpa beban. Sudah cukup seminggu otak dan tenaga dipakai untuk bekerja. Saatnya untuk mengistirahatkan otak. 


Kebetulan tadi malam teman saya Didin mengajak  untuk ke merapi, saya pikir kita akan benar benar mendaki Gunung Merapi. Tapi ternyata kita cuma trekking ke salah satu bukit yang ada di Kaliurang. Tepatnya di kawasan Telaga Putri yang bernama Bukit Pronojiwo. Harga karcis untuk masuk tempat ini adalah dua ribu rupiah, cukup murah kan?



Sebetulnya ada 2 bukit yang bisa di naiki dari kawasan Telogo Putri. Yaitu bukit Plawangan yang berjarak sekitar 4 km kearah puncak dan bukit Prono Jiwo yang berjarak hanya sekitar 700an meter. Kami memutuskan untuk menaiki Bukit Prono Jiwo karena jaraknya lebih dekat. 


Kami tidak punya terlalu banyak waktu hari ini. Selain itu kata Didin juga dia pernah mendapatkan pengalaman yang tidak enak saat dia trekking ke Bukit Plawangan sendirian. Dia pernah melihat penampakan mahluk asing yang berada di Gua Jepang. Sempet merinding juga mendengernya. Kebetulan saya memang agak sedikit parnoan kalau mendengar cerita-cerita begituan.

Ada 2 jalur untuk mencapai puncak Prono Jiwo. Jalur dari barat dan timur. Saya berangkat ke atas melewati jalur dari barat. Jalur yang dilewati adalah jalan setapak yang sudah tertata dengan batu batu dan semen melapisi jalannya. Hanya dibeberapa titik yang masih berupa jalan tanah liat. 

Harus waspada kalau datang kesini sehabis hujan seperti saya pagi ini. Jalanan cukup licin. Yang perlu diingat juga adalah selalu waspada terhadap bahaya longsor atau pohon tumbang yang bisa saja terjadi.


Untuk orang yang biasa mendaki gunung atau sudah terbiasa berolahraga, mudah saja untuk mencapai puncak. Tapi untuk anda yang tidak terbiasa berolahraga, persiapkanlah tenaga dan nafas anda. Dijamin anda akan lumayan ngos-ngosan.


Lagi-lagi hal yang menyedihkan adalah sampah dan botol plastik berserakan disepanjang jalan. Kesadaran orang untuk membuang sampah atau membawa kembali sampah mereka masih sangat rendah. Padahal di puncak sudah disediakan 2 tong tempat sampah. 

Apakah mereka berpikir hanya petugas kebersihan yang bertugas menjaga kebersihan dan mereka bisa seenaknya membuang sampah?
Satu lagi yang bikin rusak pemandangan, yaitu aksi vandalisme. Coretan-coretan anak alay ada dimana -mana. Kenapa sih bakat corat coret dan menggambar mereka tidak disalurkan di tempat yang tepat. Di kanvas kek atau bikin mural. Bukan di jalanan dan pohon-pohon.




Sampai di puncak kita akan disambut oleh sebuah gardu pandang. Tempat ini terbuat dari besi dan tangganya terbuat dari kayu. Kata Didin gardu pandang sebelumnya sudah rusak saat erupsi besar tahun 2010 lalu. Didin memang sangat sering ketempat ini sebelumnya. 


Nggak bayangin siapa ya yang bawa semua besi itu keatas? Nggak bawa apa-apa aja udah lumayan capek. Apalagi bawa besi yang berat itu. Pakai helikopter? Ya enggaklah, yang ada nanti malah helikopternya yang jatuh ga kuat bawa besi yang berat itu.


Sayangnya hari ini cuacanya kurang bagus. Hujan yang cukup deras mengguyur di pagi hari. Alhasil Gunung Merapi yang seharusnya terlihat kokoh dari sini hanya tertutup awan tebal. Yang terlihat hanya pohon pohon dan kawasan perkampungan tempah Mbah Maridjan dulu tinggal. Untuk mendapat view terbaik kita bisa menaiki gardu pandang. Dari atas gardu pandang kita bisa melihat kota Jogja di arah selatan.

view kota jogja


saya tau saya narsis :p





Didin, teman saya


Kami tiba dipuncak sekitar pukul delapan pagi. Belum ada orang lain yang datang kesini. Oh ya sebelumnya kami sengaja membeli Jadah tempe didekat parkir untuk sarapan. Suasana diatas gardu pandang sangat tenang. Hanya ada semilir angin dan suara burung yang saling bersautan. 


Banyak burung yang tidak saya kenali dari suaranya. Bahkan kami akhirnya bermimpi kalau suatu saat nanti kita bisa mempunyai rumah dengan balkon dan pemandangan yang seindah ini ditambah kicauan burung yang bikin damai. Rumah impian mungkin saya lebih tepat menyebutnya.



Dari rumah kita sudah membawa buku dan kopi. Mungkin ini hanya kebetulan atau memang disengaja Didin memang sedang membaca buku Filosofi Kopi karya Dewi lestari. Walaupun saya bukan fans fanatik kopi, saya memang suka dan sering minum kopi. Kebetulan nenek saya dikampung punya beberapa pohon kopi. Beliau terbiasa membuat kopi sendiri, mulai dari memanen buahnya dipohon sampai dengan menumbuk kopi menjadi bubuk. Dari kecil saya sudah terbiasa dengan rasa kopi hitam.


Suasana yang tenang dan udara yang sejuk membuat kita sangat rileks. Selanjutnya waktu yang kita habiskan disini adalah untuk membaca dan ngobrol. Jadah tempe yang kita beli tadi juga menemani kita menghabiskan waktu. Kita menyebut nya reading for fun...... 



Kita menghabiskan waktu sekitar 2 jam disini. Matahari tidak terlalu menampakan diri tapi pancarannya cukup membuat kita panas. Beberapa orang juga sudah mulai berdatangan ke atas. Akhirnya kita memutuskan untuk turun ke bawah. 


Tentu saja turun kebawah tidak memerlukan banyak tenaga. Kita pulang lewat jalur yang berbeda dengan saat kita berangkat. Jalanannya lebih baik dari jalur yang kita lewati saat berangkat karena memang lebih tertata.


Sampai di bawah kita menyempatkan untuk melihat air terjun. Sebelumnya saya pernah datang ke sini tapi hanya sampai depan parkiran. Ini  pertama kalinya saya melihat air terjunnya langsung. Cukup tinggi tapi sayangnya debit airnya kecil sekali. Yang unik dari tempat ini adalah monyet-monyet yang banyak berkeliaran disekitar air terjun.

mungkin memang saya sudah di takdirkan untuk narsis :))))))

Buat kamu yang hobi membaca dan ingin mencari ketenangan, mungkin bukit Prono Jiwo bisa menjadi rekomendasi tempat yang wajib dikunjungi. Tapi sebisa mungkin datang pada pagi hari sebelum banyak orang naik ke puncak. 




No comments:

Post a Comment