,

 Akses dari dan menuju ke Yogyakarta International Airport (YIA) sekarang jadi semakin mudah setelah beroperasinya Kereta Bandara YIA sejak awal September lalu. Masyarakat Jogja dan wisatawan yang hendak menuju ke bandara atau sebaliknya dengan menggunakan kereta api tidak perlu lagi berhenti di Stasiun Wojo, Purworejo untuk kemudian berganti angkutan.


Kereta Bandara YIA 



Kereta Bandara YIA hanya berhenti di 3 stasiun termasuk stasiun pemberangkatan dan pemberhentian. Ketiga stasiun tersebut adalah Stasiun Yogyakarta, Stasiun Wates, dan Stasiun Bandara yang persis ada di area bandara lantai mezanine. Karena kondisi belum membaik, saat ini hanya ada 8 perjalanan kereta saja dalam sehari. Namun jadwal tersebut nantinya akan ditambah lagi setelah kondisi penerbangan pulih kembali.


Stasiun Bandara YIA



Dengan Kereta Bandara YIA ini kita bisa mempersingkat perjalanan menuju ke bandara atau Kota Jogja. Perjalanan hanya memerlukan waktu kurang lebih selama 40 menit saja. Bandingkan jika dengan menggunakan kendaraan pribadi yang bisa menghabiskan waktu 2 kali lipatnya bahkan lebih jika kondisi kondisi lalu lintas sedang cukup padat terutama pada musim liburan. Kereta Bandara YIA bisa jadi solusi terbaik untuk menuju ke bandara.


Suasana di dalam Kereta Bandara YIA


Ruang tunggu di Stasiun Bandara


Harga tiket Kereta Bandara YIA adalah Rp20.000 untuk rute Stasiun Yogyakarta menuju ke YIA atau sebaliknya. Sementara untuk rute Stasiun Yogyakarta tujuan Stasiun Wates harganya Rp10.000. Pembelian tiket bisa dilakukan melalui loket dengan hanya menunjukan KTP dan juga kartu vaksin.



,

 Media sosial sekarang ini memang bisa jadi salah satu sarana untuk menyebarkan suatu informasi dengan sangat cepat. Salah satunya penyebaran informasi tentang "tempat wisata" yang satu ini. Yaitu spot foto pohon kelapa Moyudan.


Tempat yang berada dipinggiran persawahan Desa Gedongan, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta ini sebenarnya sudah ada sejak dahulu. Jejeran pohon kelapa yang menjadi daya tarik utama sudah ada mungkin sejak puluhan tahun lalu. Namun baru beberapa tahun belakangan tempat ini menjadi terkenal atau istilahnya sekarang "viral" setelah banyak orang yang mengunggah fotonya di tempat ini.





Puluhan pohon kelapa yang berbaris rapi dipinggir jalan dekat selokan dan sawah ini memang terlihat cantik untuk dijadikan latar belakang sebuah foto. Apalagi jika cuaca sedang cerah, Gunung Merapi juga akan tampak dari sini yang semakin mempercantik pemandangan. Tidak sedikit pasangan calon pengantin yang mengabadikan moment foto prewedding mereka di spot foto Moyudan ini.





Tidak hanya untuk berfoto, banyak juga orang yang datang hanya untuk sekedar menikmati suasana pada pagi atau sore hari. Semilir angin yang sejuk dan suara gemericik air membuat suasana menjadi semakin menenangkan. Begitu juga dengan para pesepeda, banyak yang sejenak beristirahat sambil bersantai di sini.





Jika sedang musim tanam, kita bisa melihat para petani yang sedang menanam padi. Biasanya mereka akan ditemani oleh burung-burung bangau yang jumlahnya ratusan. Pemandangan langka seperti ini sudah sangat jarang kita jumpai.





Spot foto kelapa Moyudan ini bisa jadi salah satu alternatif liburan murah. Karena seperti yang kita tahu Jogja tidak punya taman kota yang bisa digunakan untuk sekadar bersantai di sore hari. 

,

Kedatangan saya ke Temanggung kali ini berawal dari sebuah postingan disebuah grup Facebook tentang sebuah warung makan unik. Bukan warung modern yang dikonsep dengan nuansa ala-ala jaman dulu, tapi warung tersebut konon kata sang penulis di grup tersebut sudah ada sejak akhir tahun 1800-an akhir dulu. Sekarang dikenal dengan nama "Waroeng Jadoel".


Waroeng Jadoel Temanggung



Berangkat dari Jogja sekitar pukul 05.30 pagi dengan harapan agar pas sampai di Waroeng Jadoel Temanggung masih sepi. Harapannya memang seperti itu. Karena saya memang kurang nyaman kalau harus berada di tempat yang rame sendirian. Tapi ternyata waktu sampai di sana, sudah banyak orang yang duduk memenuhi kursi yang ada di dalam warung untuk menyeruput kopi dan menikmati sarapan mereka. Akhirnya mau tidak mau saya harus ikut menyela duduk di tempat yang masih lega. Saya tidak terlalu suka kopi, jadi saya memesan teh hangat gula aren untuk memulai sarapan pagi itu.



Waroeng Jadoel berlokasi di Jalan Jendral Sudirman 102 persis disebrang Kantor Telkom Temanggung. Bangunannya cukup kecil, tapi gampang untuk ditemukan. Aslinya tempat ini dulu bernama Waroeng Sentosa. Nama Waroeng Jadoel sendiri diberikan oleh para pengunjung yang terkesima dengan suasana warung yang masih tampak seperti jaman dahulu kala. Saat ini warung dikelola oleh ibu Siti Sukastiyah yang usianya hampir 70 tahun dibantu oleh anak dan menantunya.





Ibu Siti Sukastiah merupakan generasi ke-3 dari pemilik Waroeng Jadoel Temanggung ini. Tidak ada catatan pasti kapan warung ini mulai dibuka. Tapi beliau mengatakan bahwa sejak berusia 5 tahun sudah sering membantu ibu dan neneknya berjualan di warung. Kala itu seingatnya tentara Jepang sering datang untuk makan di warung. 





Tidak banyak yang berubah dengan suasana di dalam warung ini sejak dulu. Meja dan kursi yang ada dibuat dengan menggunakan kayu jati bentuknya masih sama persis. Begitu juga dengan toples-toples kaca yang sekarang sudah langka. Saya masih ingat waktu masih kecil dulu nenek saya juga punya toples dengan bentuk yang sama. Toples kaca yang tutupnya cukup berat kalau diangkat. Tapi entah kemana sekarang toples-toples tersebut. Melihat toples-toples kaca di Warong Jadoel ini memang serasa membawa suasana kembali ke jaman dulu terutama jaman lebaran saat banyak toples berisi penuh jajanan.




Selain itu, Waroeng Jadoel juga tetap mempertahankan cara memasak dengan cara yang tradisional menggunakan kayu bakar. Aroma makanan yang dimasak menggunakan kayu bakar memang beda. Ditambah lagi kalau di sini masakannya tidak pernah menggunakan bumbu penyedap rasa untuk semua masakannya. 



Tidak banyak pilihan menu memang di Waroeng Jadoel ini. Menunya merupakan menu andalan yang sudah ada sejak dulu yaitu semur tahu, tongkol sambel ijo, opor ayam kampung, dan beberapa macam sayur. Tapi kalau masalah cemilan, ga perlu khawatir. Meja segede itu isinya semua cemilan. Mulai dari pisang goreng, klepon, aneka gorengan, onde-onde, sampai dengan wajik. Untuk masalah harga, cukup terjangkau. 




Gimana, bisa ngobati kangen jaman dulu kan warung ini?




,
Dataran tinggi Dieng memang tidak pernah membosankan untuk selalu dikunjungi. Entah sudah berapa kali saya berkunjung ke Dieng karena jatuh cinta dengan pemandangan alamnya yang cantik dan juga udaranya yang segar. 

Terlebih lagi jalan penghubung antara Kabupaten Batang tempat asal saya dengan Kabupaten Banjarnegara sekarang sudah bagus dan mudah dilalui walaupun ada beberapa kali melewati tanjakan yang cukup tajam.


Jarak tempuh dari rumah saya menuju ke Dieng sekarang hanya sekitar 1,5 jam perjalanan saja. Dulu, kalau mau pergi ke Dieng harus memutar jauh dulu lewat Temanggung atau lewat Karangkobar, Pekalongan. Sekarang jalurnya lebih pendek, jadi saya hampir selalu menyempatkan untuk ke Dieng saat pulang kampung. 


Kadang hanya sekedar naik motor sambil menikmati pemandangan cantik sepanjang perjalanan. Beli makan di Dieng kemudian pulang lagi. Melihat pemandangan Dieng sudah cukup menyegarkan otak kembali.


Sama seperti beberapa hari yang lalu. Mumpung cuaca akhir-akhir ini sedang bagus-bagusnya. Kepikiran juga buat ke Dieng jalan-jalan sekaligus cari foto. Dari dulu masih penasaran dengan pemandangan di Bintoro Mulyo, Bawang yang sempat viral di media sosia. Banyak orang menyebutnya Tol Khayangan.


Alasannya tentu saja karena jalanan tembus dari Pantura menuju ke Dieng ini tampak seperti berada di atas awan. Perlu diketahui bahwa Desa Bintoro Mulyo, Pranten ini berada pada ketinggian lebih dari 1.300 mdpl. Jadi pada pagi atau sore hari, tempat ini lebih sering diselimuti oleh kabut.


Mungkin semesta sedang merestui. Karena beberapa kali ke Dieng, saat melewati Pranten lebih sering disuguhi pemandangan awan yang pekat. Tapi kali ini cuacanya sangat cerah.


Berangkat dari rumah pukul 06.30 pagi. Bisa dibayangkan udara pada bulan Agustus sekarang ini sangat dingin. Saya memang sengaja menaiki sepeda motor dengan cukup lambat untuk mengurangi rasa dingin yang menusuk. Selama perjalanan sudah terbayang kalau sampai di Dieng pasti enak kalau berendam di kolam air panas. Tapi mengingat sekarang sedang PPKM, sempat tidak yakin kalau pemandian air panasnya buka.


Seperti perkiraan ternyata pemandian air panas pertama yang didatangi tutup. Entah karena masih terlalu pagi atau memang tutup selama PPKM ini. Kebetulan saya sampai di Dieng sekitar pukul 08.00 setelah beberapa saat menikmati pemandangan di Pranten. 


Beruntung pemandian air hangat kedua yang saya datangi sudah buka, namanya Pemandian Air Hangat Segar Asri. Lokasinya di Dusun Bitingan, Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Disekitar Dusun Bitingan ada kurang lebih 3 pemandian air hangat.


Pemandian air hangat segar asri




Pagi itu belum ada pengunjung lain di Pemandian Air Hangat Segar Asri. Baru setelah beberapa menit kemudian, ada pengunjung lain yang datang. Saya sempat bertanya kepada mereka, katanya mereka berasal dari desa di sekitar Kepakisan dan memang lumayan rajin berendam air hangat di pagi hari karena udara Dieng yang cukup dingin pada bulan Agustus. Bahkan kadang suhunya bisa mencapai 0 derajat.





Sumber air panas di pemandian ini berasal dari Bukit Sipandu yang persis berada di sebrang Dusun Bitingan. Airnya sangat bersih dan hangatnya pas, tidak terlalu panas. Bahkan waktu masuk saya sedikit meragukan dan berpikir apakah airnya benar-benar panas atau hanya air biasa karena saking beningnya. Bahkan tidak tercium bau belerang yang menyengat seperti umumnya pada pemandian air hangat lain.


Tiket masuk ke Pemandian Air Hangat Segar Asri ini cukup murah, yaitu Rp7.000/orang. Kolamnya memang tidak terlalu besar dan dibagi menjadi 2 bagian untuk cowok dan cewek yang dipisahkan oleh pagar besi di tengahnya. Disediakan juga tolilet atau kamar ganti disetiap ujung kolam.


Sambil berendam kita bisa menikmati pemandangan hijau yang mengelilingi tempat ini. Kita juga menyaksikan secara langsung penduduk sekitar yang sedang menanam kentang, salah satu komoditas pertanian utama di Dieng.





Kalau perut lapar, kita bisa aneka macam gorengan dan minuman di loket pembelian tiket. Untuk sedikit menghangatkan perut, saya memesan kopi sachet. Mungkin ini yang dinamakan coffee with a view, menikmati kopi dengan pemandangan cantik Bukit Sipandu dan juga beberapa kuli bangunan yang pagi itu tengah meneriakan yel-yel semangat sebelum bekerja. Kebetulan di depan pemandian air hangat ini sedang ada proyek perluasan PLTP Geo Dipa.

Morning coffee with a view




Yang mungkin penting dan patut disyukuri di Pemandangan Air Hangat Segar Asri ini adalah adanya WiFi. Mengingat tidak semua provider selular dapat sinyal yang bagus di sini. Memang tidak gratis, tapi cukup dengan membayar 3 ribu Rupiah kita bisa pakai sepuasnya. Pasti pengen kan menggungah foto lagi berendam air panas ditempat sebagus ini.


Kalau ke Dieng lagi kapan-kapan. Sepertinya bakal mampir ke sini lagi. Paling pas berendam air hangat untuk menghilangkan capek-capek sehabis jalan-jalan keliling Dieng.




,

 Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api yang masih aktif di dunia. Gunung yang mempunyai ketinggian sekitar 2.960 mdpl ini terletak di 4 kabupaten yang masuk dalam wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Magelang, Klaten, Boyolali, dan Sleman. Walaupun masih sering terjadi erupsi, namun lerengnya masih terdapat beberapa perkampungan yang dihuni oleh warga. Bahkan ada yang jaraknya hanya sekitar 3 km dari puncak Merapi yaitu Dusun Stabelan.



Dusun Stabelan masuk dalam wilayah Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Jaraknya memang hanya sekitar 3 km saja dari puncak Gunung Merapi. Tidak mengherankan jika dusun ini masuk dalam wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB). Setiap ada peningkatan aktivitas pada Merapi, semua penduduk harus segera diungsikan untuk menghindari adanya korban akibat luapan lahar maupun awan panas.


Berada pada ketinggian lebih dari 1.300 mdpl membuat udara di Dusun Stabelan ini sangat sejuk. Apalagi di musim kemarau seperti bulan Agustus ini. Kesejukan tersebut selaras dengan keramahan warganya. Setiap orang yang datang ke kampung mereka akan disambut dengan senyum khas warga desa yang tulus. Puncak Merapi tampak sangat dekat jika dilihat dari dusun yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani ini. 


Puncak Merapi


Sejak dulu lahan di Dusun Stabelan banyak ditanami dengan pohon kopi. Namun erupsi Merapi yang terjadi pada tahun 2010 lalu sempat membumi hanguskan semua tanaman kopi milik penduduk. Beberapa tahun berlalu sejak erupsi tersebut, masyarakat mulai kembali menanam kopi kembali untuk menghasilkan kopi khas lereng Merapi yang dikenal dengan nama Kopi Stabelan.




Nama Stabelan memang terdengar cukup unik, berbeda dengan nama dusun-dusun yang ada disekitarnya. Konon nama Stabelan diambil dari bahasa Belanda. Ada yang menyebutkan bahwa di Dusun Stabelan ini dulunya merupakan salah satu pos atau tempat berkumpulnya pasukan Belanda semasa jaman perang dahulu.


Nah, ada yang penasaran mau lihat puncak Merapi dari dekat? Bisa datang langsung ke Dusun Stabelan ini. Tapi jangan lupa untuk menghormati aturan atau tata tertib yang berlaku di dusun tersebut.



,
Letaknya yang berada diantara beberapa gunung membuat Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dianugerahi dengan pemandangan alam yang sangat cantik. Tentu saja ditambah dengan udara yang cukup sejuk. Jadi tidak mengherankan kalau Temanggung menjadi salah satu tempat wisata favorit bagi warga Jawa Tengah dan Yogyakarta. Apalagi Temanggung berada dipertengahan jalur antara Semarang atau Yogyakarta menuju ke Dieng. Salah satu tempat untuk menikmati keindahan alam Temanggung adalah Embung Bansari.

Embung Bansari dengan latar belakang Gunung Sumbing, Merapi, dan Merbabu



Embung Bansari terletak di Desa Bansari, Kecamatan Bansari, Kabupaten Temanggung. Lokasinya berada pada ketinggian sekitar 1.300 mdpl persis di bawah Gunung Sindoro. Tidak hanya hawa yang sejuk dan segar, di Embung Bansari ini kita bisa menikmati pemandangan alam yang sangat cantik. 

Jika cuaca sedang cerah, ada 9 gunung sekaligus yang bisa kita lihat dari Embung Bansari ini. Yang paling terdekat adalah Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, dan Gunung Prau. Kemudian disambung dengan Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Andong, Gunung Telomoyo, Gunung Ungaran, dan Gunung Muria. Bahkan menurut penduduk sekitar, pada malam hari mereka bisa menyaksikan kerlap-kerlip lampu kapal yang berada di pantai utara.

Tampak Gunung Ungaran, Andong, Merbabu, dan Merapi



Pemandangan cantik dengan 9 gunung sekaligus ini sangat jarang dijumpai. Jadi pastikan kalau berwisata ke Temanggung untuk menyempatkan datang ke Embung Bansari. Waktu terbaik untuk mengunjungi tempat ini adalah sekitar bulan Juli sampai dengan Agustus dimana cuaca sedang bagus-bagusnya. Karena biasanya kawasan lereng Gunung Sindoro dan Sumbing dipenuhi dengan kabut setelah siang sampai malam hari.

Gunung Sindoro



Embung Bansari yang mempunyai luas sekitar 0.5 hektar ini mulai dibangun pada tahun 2019. Tujuan awalnya adalah sebagai sumber mata air untuk pertanian. Lokasi embung ini dikelilingi oleh kebun tembakau milik penduduk yang sangat luas yang biasanya ditanam pada saat musim kemarau. Karena pemandangannya yang sangat bagus, Embung Bansari kemudian dijadikan sebagai obyek wisata yang dikelola oleh masyarakat sekitar.

Gunung Sumbing tampak gagah disebrang



Akses untuk menuju ke Embung Bansari terbilang mudah. Mobil dan sepeda motor bisa sampai di parkiran yang persis disamping embung. Untuk mobil besar dan bus tidak bisa sampai ke lokasi karena beberapa kilometer jalan terakhir harus melewati jalan di permukiman warga yang cukup sempit.

Jika hendak menuju ke Embung Bansari, pastikan kendaraan kita dalam kondisi yang prima. Tanjakan memang tidak terlalu tinggi tapi satu kilometer terakhir menjelang lokasi berupa jalan makadam atau jalan berbatu dengan sedikit tanjakan. Pada saat turun kondisi rem juga harus baik karena bebatuan tersebut membuat jalan menjadi sedikit licin.

Tapi rasanya tidak akan pernah menyesal untuk berkunjung ke Embung Bansari ini. Melihat pemandangan yang bagus bisa membuat hati senang dan sejenak menghilangkan stress yang tentu saja akan membuat imun tubuh kita kuat. Tidak hanya di lokasi Embung Bansari saja yang pemandangannya cantik, sepanjang perjalanan kita juga akan disuguhi panorama yang indah.

Jangan lupa untuk mematuhi protokol kesehatan ya kalau mau ke Embung Bansari ini.